BAB I
ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU SUIGENERIS
1. Ilmu hukum yang suigeneris
Ilmu hukum adalah ilmu yang memiliki kepribadian yang khas (sui generis). Ciri ilmu hukum sebagai sui generis : karakter normatif ilmu hukum, Terminologi ilmu hukum, Jenis ilmu hukum, Lapisan ilmu hukum. Dari sudut kualitas sulit dikelompokkan dalam Ilmu Pengetahuan Alam atau dalam Ilmu Pengetahuan Sosial.
Ketidakpastian ini menurut Philipus M Hadjon, merupakan salah satu sebab terjadinya berbagai keracuan dalam usaha pengembangan ilmu hukum. Sebagian yuris
Ilmu hukum adalah ilmu yang memiliki kepribadian yang khas (sui generis). Ciri ilmu hukum sebagai sui generis, adalah :
1. Karakter normatif ilmu hukum
2. Terminologi ilmu hukum
3. Jenis ilmu hukum
4. Lapisan ilmu hukum[2]
2. Karakter normatif Ilmu Hukum
Sulit untuk mengkategorikan ilmu hukum ke dalam kelompok ilmu yang mana, sehingga lebih tepat jika ilmu hukum adalah ilmu yang suigeneris. Ilmu hukum mempunyai 3 lapisan , jika dalam tataran dogmatic hukum dapatlah dikatakan bahwa ilmu hukum termasuk ilmu praktis, karena bertujuan untuk problem solving . Tetapi dalam tataran teori hukum ilmu hukum masuk ilmu normatif. Dalam tataran filsafat, tidak dapat ilmu hukum dipertanyakan masuk apa karena filsafat bukan ilmu, tetapi filsafat adalah induk dari ilmu.
Tidaklah cukup suatu penelitian hukum hanya melihat adanya perbedaan antara norma dan kenyataan di masyarakat. Di dalam kajian Ilmu Hukum haruslah mementingkan metode penelitian yang berlaku di dalam Ilmu Hukum sendiri.
2. generalized understanding.
3. theoretical construction
4. information about why and how (something behind).[5]
Karakteristik ilmu
logico hypotetico verificative … didukung bukti
(tdk selalu yg tampak)
diuji
generalized understanding.
- pembaca bisa membayangkan urutan peristiwanya ,
- punya makna reproducable
- dapat diulang / dilakukan juga di tempat yang lain
theoretical construction
- teori : penjelasan hubungan dua konsep/variable/kejadi
- cara : deduktif, induktif , dpt didukung comparacy,
analogy, syntesis
information about why and how --- diskripsi
Bentuk kejanggalan itu secara umum ada tiga yaitu adanya kata Tanya dalam rumusan masalah, sumber data, serta populasi. Ketiga kejanggalan itu memaksakan format penelitian ilmu sosial dalam penelitian hukum normatif.
Kejanggalan kedua yaitu berkaitan dengan bahan hukum. Oleh Philipus M Hadjon dikatakan bahwa sumber data, teknik pengumpulan data dan analisis data. Tanpa disadari bahwa data bermakna empiris, sedangkan penelitian hukum normatif tidak mengumpulkan data.[7]
Kejanggalan ketiga yaitu berkaitan dengan Populasi dan sampling. Oleh Philipus M Hadjon dikatakan bahwa seorang peneliti hukum normatif tidak boleh membatasi kajiannya hanya pada satu undang-undang. Dia harus melihat keterkaitan undang-undang tersebut dengan perundang-undangan lainnya. Dengan demikian populasi dan sampling tidak dikenal dalam penelitian hukum normatif.[8] Penelusuran penelitian hukum lebih dikenal dengan system penarikan peraturan atau norma hukum secara vertical dan horizontal. Dapat dengan ketentuan yang lebih tinggi atau yang lebih rendah. Supaya memudahkan pemahaman dapat dijelaskan dalam Skema di bawah ini :
Ketentuan hukum yang lebih tinggi
UUD
Kasus yang sedang dihadapi
UU……. Pasal ……. Dari UU No… Tahun….. UU
Ketentuan di bawahnya
Peratuan Pemerintah
Peraturan Presiden
a. Hukum kebiasaan
b. Yurisprudensi
c. Traktat / perjanjian
d. Doktrin
Penelusuran aturan hokum
Apabila kita melakukan penelitian atau kajian Ilmu Hukum maka metode yang dipakai adalah metode penelitian hukum.
a. Pendekatan dari sudut falfasah ilmu
b. Pendekatan dari sudut pandang teori hukum.[9]
1. Pandangan positivistis ….Ilmu empiris - sociolological jurisprudence - socio legal jurisprudence Ilmu hukum empiris - penelitian kualitatif-kuantitatif ( the gab is described but is rarely explained ) 2. Pandangan normatif Ilmu normatif Ilmu hukum normatif |
Pendekatan dari sudut teori hukum di bagi atas tiga lapisan utama, yaitu : dogmatik hukum, teori hukum (dalam arti sempit) dan filsafat hukum. Diantara ketiga lapisan ilmu hukum semuanya memberikan dukungan pada praktik hukum. Ilmu mencakup aspek proses (scientific research), prosedural (scientific method) dan produk (scientific knowledge). Ketiganya membentuk segi tiga konotasi ilmu (the trifold connotation of science).[10] Memang pegelompokan ilmu terdapat bermacam- macam pendapat. Shidarta membagi ilmu pada dasarnya ada dua yaitu ilmu formal dan ilmu empiris (Ilmu Positif). Perbedaan ilmu- ilmu Formal dan empiris tampak dalam tabel 7[11] di bawah ini :
| Ilmu-Ilmu Formal | Ilmu-Ilmu Empiris |
Hal yang diselidiki | Sistem penalaran dan perhitungan | Gejala Faktual |
Pendekatan kebenaran | Formal | Material |
Pengetahuan yang dihasilkan | Apriori | Aposteriori |
Ilmu yang termasuk kelompok ini | Logika, Matematika dan teori sistem | Ilmu-Ilmu Alam (Naturwissenchsften) dan Ilmu-Ilmu kemanusiaan ( Geites-wissenchsften) |
Tabel 7 : Perbedaan lmu Formal dan Empiris.
Menurut van Melsen, Ilmu Hukum pada hakikatnya adalah seni praktis yang berasal dari keperluan kongkrit untuk mengadili (seni kehakiman). Terhadap terjemahan dari pendapat van Melsen ini seharusnya “ars”tidak diartikan sebagai seni kehakiman tetapi sebagai kemampuan berkeahlian hukum di bidang kehakiman. Ilmu Praktis merupakan lawan dari ilmu teoritis. Perbedaan antara ilmu- ilmu teoritis dengan ilmu-ilmu praktis dapat digambarkan dalam tabel 8 di bawah ini :
| Ilmu-Ilmu Teoritis | Ilmu-Ilmu Praktis | |
Nomologis | Normologis | ||
Dalil logika | Bisa kausalitas /imputasi | Kausalitas | imputasi |
Contoh ilmu yang termasuk kelompok ini | Ilmu- Ilmu formal dan ilmu-ilmu empiris | Ilmu kedokteran, Ilmu Tekhnik, Ilmu Managemen, Ilmu Komunikasi, Palemologi. | Otoritatif : ilmu Hukum Non otoritatif : Etika Pedagogi |
Tujuan | Sekedar menambah pengetahuan | Menawarkan penyelesaian atas suatu yang problema konkret | |
Penggunaan produknya | Produknya tidak digunakan sendiri untuk memecahkan problema konkret ( diserahkan kepada ilmu lain untuk menggunakannya) | Produknya merupakan tawaran penyelesaian langsung atas suatu problem konkret. | |
Kerjasama dengan ilmu lain | Cenderung tidak dilakukan (monodisipliner) | Menjadi keharusan (multidisipliner) | |
Kandungan seni | Tidak mengandung sifat seni (ars) | Mengandung sifat seni (ars). |
Dari table di atas, posisi Ilmu Hukum tampaknya memang merupakan bagian dari ilmu praktis yang normologis. Pendapat itu kurang tepat. Ilmu hukum mempunyai 3 lapisan , jika dalam tataran dogmatic hukum dapatlah dikatakan bahwa ilmu hukum termasuk ilmu praktis, karena bertujuan untuk problem solving . Tetapi dalam tataran teori hukum ilmu hukum masuk ilmu normatif. Dalam tataran filsafat, tidak dapat ilmu hukum dipertanyakan masuk apa karena filsafat bukan ilmu, tetapi filsafat adalah induk dari ilmu.
3. Terminologi Ilmu Hukum
Apabila kita berbicara mengenai terminology ilmu hukum maka kita akan menelursuri kembali asal kata dasi suatu istilah. Dalam bahasa Belanda, Jerman dan bahasa Inggris digunakan istilah berikut :
- Rechtswetenschap (Belanda)
- Rechtstheorie (Belanda)
- Jurisprudence (Inggris)
- Legal science (Inggris)
- Jurisprudenz (Jerman) [12]
JJ.H Bruggink menggambarkan perbedaan antara ilmu hukum empiris dengan ilmu hukum normatif sebagai berikut [14] :
| Pandangan positivistic : ilmu hukum empirik | Pandangan normatif : Ilmu hukum normatif |
Hubungan dasar | Subyek – obyek | Subyek – subyek |
Sikap ilmuwan | Penonton (toeschouwer) | Partisipan (doelnemer) |
PERSPEKTIF | EKSTERN | INTERN |
Teori kebenaran | Korespondensi | Pragmatik |
Proposisi | Hanya informative atau empiris | Normatif dan evaluatif |
Metode | Hanya metode yang bisa diamati panca indra | Juga metode lain |
Moral | Non kognitif | Kognitif |
Hubungan antara moral dan hukum | Pemisahan tegas | Tidak ada pemisahan |
Ilmu | Hanya sosiologi hukum empiris dan teori hukum empiris | Ilmu hukum dalam arti luas |
Skema : perbedaan antara ilmu hukum empiris dengan ilmu hukum normatif
Tentang penggunaan teori kebenaran dari ilmu hukum yang pragmatis, ternyata masih belum ada kesepakatan diantara ahli hukum. Masih ada perdebatan tentang penggunaan teori kebenaran yang dipakai dasar, antara koherensi dengan pragmatis. Mereka berpendapat, apabila suatu aturan hukum dibuat dengan hanya mendasarkan teori kebenaran yang pragmatis, akan mengakibatkan timbulnya kesesatan. Sebagai contoh pada wakil rakyat kita yang duduk di DPR, apabila mereka akan menggunakan dasar kebenaran pragmatis dengan menekankan hanya pada konsensus di antara anggota DPR tanpa memperhatikan konsep dan teori hukum akibatnya produk hukum jauh dari rasa keaadilan. Hal ini mengingat suara wakil rakyat kita yang duduk di DPR hanya menyarakan suara Partai atau ada kepentingan di balik itu. Tetap kebenaran yang dipakai adalah koherensi. Prinsip teori kebenaran koherensi adalah dikatakan benar apabila sesuai dengan yang seharusnya.
5. Lapisan Ilmu Hukum
Filsafat Hukum
Grodbegrippen, reflektif, spekulatif
meta - teori meta – teori
Teori Hukum
Algemene begrippen, analitis, normatif-empiris
Sebagai jembatan dari algemene rechtsleer
Isi : asas hukum dari sistem hukum
Dogmatik Hukum
technischjuridisch begrippen, tekhnis yuridis, normatif
teori teori teori
Hukum Positif
ARS
Pembentukan hukum Penerapan hukum
interpretasi, kekosongan hukum, antinomi, norma kabur
Legal problem solving
Latihan
1. Apa yang dimakksud dengan ilmu hukum adalah ilmu yang sui generis ? Jelaskan. 2. Di dalam pengelompokan ilmu, ilmu hukum termasuk dalam kelompok bidang ilmu apa ? Jelaskan berdasarkan pendapat ahli hukumnya ! 3. Dalam kepustakaan Indonesia, Ilmu Hukum sering disalah artinya dengan Rechtswetenschap (Belanda), Rechtstheorie (Belanda), Jurisprudence (Inggris), Legal science (Inggris) dan Jurisprudenz. Jelaskan perbedaan istilah-istilah itu ! 4. Berikan contoh kasus penelitian Sociological jurisprudence dan Socio – legal studies ! 5. Jelaskan mengenai lapisan ilmu hukum serta hubungan antara lapisan itu dengan menyebut karakteristiknya ! 6. Apakah ars dapat diartikan sebagai seni ? legal argumentation pada dasarnya merupakan suatu ars. Jelaskan arti dari kalimat itu ! |
Daftar Pustaka
AGM van Melsen, Ilmu Pengetahuan dan tanggung jawab kita, terjemahan K Bertens ,Gramedia, Jakarta, 1985.
Bruggink, JJH., alih bahasa, Arief Sidharta, Refleksi tentang hukum, Citra Aditya Bakti,
Jan Gijssels dan Mark Van Hoecke, What is rechtsteorie ?, Kluwer Antwerppen, 1982.
Lord Lloyd O Hamstead dan MDA Freeman, dalam Lloyd’s Introduction to Jurisprudence, ELBS/Steven, 1985.
[1] Ibid
[2] Ibid.
[3] Philipus M. Hadjon, Op.cit., hal 2.
[4] Muhamad Zainuddin, Metode Penelitian, Bahan Kuliah Logika dan Metode Sains, Pasca Sarjana, Univ. Airlangga, 2006, hal. 8.
[5] Ibid.
[6] Ibid
[7] Ibid.
[8] Ibid,
[9] Ibid.
[10] Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks Ke indonesiaan,Utomo, Bandung, 2006, hal. 41.
[11] Ibid., hal 43.
[12] Philipus M Hadjon, Ibid.
[13] Peter Mahmud Marzuki, op. Cit., hal. 20.
[14] Bruggink, JJH., alih bahasa, Arief Sidharta, Refleksi tentang hukum, Citra Aditya Bakti,
[15] Ibid., hal 10.
[16] Ibid., hal 12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar